Friday, December 14, 2007

Devil Incarnate

Adalah hasil tes yang saya dapat setelah saya iseng-iseng mengisi tes dari sebuah situs bernama Tickle. Judul tesnya “How evil are you?”
Saya sama sekali ga ingat hasil yang mengatakan bahwa saya ini reinkarnasi dari setan.
Beginilah saya (dan semua orang lain, termasuk yang sedang membaca ini…) kalo melakukan yang jelek-jelek dilupakan. Kalo ada yang berbuat jelek sama diri kita langsung deh maju memperjuangkan hak untuk hidup.

Kita mengatakan dia jahat, jutek, sirik ato lainnya. Masalahnya si “guilty as charge” sudah melupakan hal jelek yang sudah dilakukan alias gak sadar.
Bete? Ya, iyalah.
Tapi semua harus(nya) sadar bahwa kita juga pernah menyakiti orang lain, sengaja atau tidak.

Jangan terlalu dipusingkan bila ada yang menyebut kita jahat.

Ga usah bersusah payah mengumpulkan trophy sebagai pahlawan kepagian, kecuali memang punya sebuah keinginan untuk jadi favorit semua orang. Jangan sampai punya keinginan supaya semua datang pada kita (yang baik dan agung…) untuk minta nasehat, minta tolong, dan membuat kita merasa puas terhadap diri sendiri. Jangan berpikir jika kita terlihat baik maka derajat kita bisa lebih tinggi dari orang-orang yang (menurut Anda) bersalah itu.

Semua tetap menjalankan kewajiban beragama kan? Itu bukti bahwa kita semua pasti akan melakukan dosa. Perbedaannya hanya terletak di seberapa sering seseorang melakukannya. Yang bisa membuat orang jadi orang baik adalah karena karunia Tuhan YME. Jadi jangan bangga kalau ada yang bilang kita sangat baik dan sempurna.

Sebelum menuduh semua orang menjahati diri kita nan malang, introspeksi dirilah dulu.

Kalau kena fitnah, sudah pernah fitnah orang lain belum?
Sebuah kebohongan kecil bisa jadi fitnah. Kita hanya bohong pada satu orang tapi si orang ini malah cerita sama banyak orang. Semuanya nyebar dan akhirnya terdengar sama orang yang difitnah, lalu kita harus mefitnah ulang sekian kali untuk menutupi kesalahan kita. Atau cari orang lain untuk kita tuduh menjadi sumber kabar bohong. Padahal dari awal yang mulai bohong diri sendiri. Yah, tapi
kan yang penting diri sendiri ga kena jadi orang jahat, lebih enak jadi korban daripada jadi si jahat, ya ga?

Kalau merasa dikucilkan, introspeksilah. Apa kita sendiri pernah menjauhi seseorang? Kita pernah mengucilkan orang tapi tidak mau dikucilkan. Lucunya selalu begini. Kita mengucilkan orang karena ada hal-hal yang tidak berkenan di hati kita. Lalu giliran kita yang dikucilkan karena para korban pengucilan ini mulai menumpuk. Mereka saling bercerita karena rasa sakit hati dibuang oleh kita. Kita langsung memposisikan diri sebagai minoritas yang ditindas grup mayoritas. Padahal kalo dipikir-pikir kita sendiri yang membuat diri kita jadi minoritas. Dulu kita ini memang mayor tapi jadi minor karena kita sendiri yang mengucilkan orang-orang yang kita anggap tidak sesuai lagi. Macam solidaritas geng yah…

Selingkuh? Ke depannya sudah pasti, saat Anda akan diselingkuhi juga. Percaya tidak percaya, saya banyak mendengar cerita orang-orang yang kena batunya ini. Saya menambah kamus baru, “Jangan ngambil punya orang.”

Setelah kita semua introspeksi dan sadar sisi gelap masing-masing, saya masih mau ngomong lagi.
Kita juga sering dengar, “kalo dia ga bisa terima gw apa adanya berarti dia bukan teman gw”
Yang saya masalahkan bukan orang lain, tapi kita sendiri. Kita sering menuding orang-orang tidak mau menerima kita setelah tahu sisi buruk kita.

Pertanyaannya saya kembalikan, kalau yang berbuat malah teman kita? Seringnya sih ternyata kita ini pihak yang ga bisa menerima mereka dengan segala keburukannya.
Misalnya saja selingkuh. Teman baik kita pernah selingkuh sekian kali, kita maafkan (lagian ga ada hubungannya koq…) tapi kalo yang selingkuh seseorang yang tidak kita sukai, kita maju dan mengkritik dia habis-habisan. Ironis, padahal ini juga ga ada hubungannya ama kita.

Ada sih hubungannya ama kita, kalo yang diselingkuhi adalah diri sendiri hahahaha.

Sebal karena saya terang-terangan menunjukkan “g ga suka ma lo” secara halus?

Setidaknya bersyukur g bukan orang munafik yang hanya baik di depan lo doank. Prinsip saya, kalau malah bikin saya dan pihak situ jadi ga enak, mending g ga deket-deket daripada g terus-terusan nyikut situ.
Lagian saya juga capek pasang senyum palsu…

Dari seorang penggemar anjing (sedang sok puitis...)

Saya bingung kenapa cewe murahan suka disebut sebagai bitch. Bitch itu artinya anjing betina, kenapa mereka ga disebut kucing betina aja. Toh anjing dan kucing betina sama-sama kawin sana-sini. Apa bedanya? Kenapa ga disebut binatang aja sekalian? Cowo juga kalo brengsek suka dimaki “dasar binatang!” gitu kan?

Kenapa makian harus memakai kata “Anjing!” ato “Babi!”
Ga ada orang memaki “Kucing!” ato “Kuda!”

Di sini saya tau, banyak orang ga suka anjing. Alasan mayoritas ga usah saya bilang, nanti saya dibilang posting unsur SARA.
Saya masih bisa terima orang tidak suka binatang dengan alasan kesehatan. Takut kena bakteri dan sebagainya.
Saya paling gak bisa terima kelakuan seperti ini.

Ada anjing lagi dikasih makan deket kantin Institut Tekanan Batin. Pemilik kantin ini memang suka dengan anjing. Saat dia ada di belakang, si anjing yang lagi dikasih makan tiba-tiba lari. Ternyata ada mahasiswa, yang notabene harusnya punya otak cemerlang, melempar batu saat si anjing makan. Mungkin ada yang merasa anjing pantas dilempar batu setiap saat Anda lihat mereka. Sini datang pada saya, saya mau melempar Anda-Anda pake batu saat Anda semua dalam jangkauan mata saya.

Salah satu kegunaan anjing selain jadi binatang peliharaan, adalah sebagai berikut:
“Anjing!! Liat jalan ga sih!?” atau
“Jing, kemaren si itu bla bla bla…”
“eh anjing, jangan bla bla bla…”
“eh tau ga, jing…”

Saya mendengar percakapan seperti itu dari mulut sekelompok anak SMP. Saya juga bingung yang satu lagi ngomong sama yang mana karena semuanya punya nama yang sama “si Anjing”
Saya juga bingung apa saat saya mo nanya jalan sama mereka saya harus bilang
“Eh De(Anjing)…kalau mau ke dago masih jauh?”

Mungkin bingung kenapa saya memasang banyak kata-kata anjing di sini. Saya ini penggemar anjing, mereka binatang favorit saya. Di rumah saya punya dua ekor anjing yang lucu-lucu untuk menghibur. Mereka sejahtera dan bahagia, lain dengan anjing-anjing jalanan yang tidak terurus dan dibunuh orang (kec. Anjing Rabies, saya sarankan lebih baik tidak dekat-dekat, malah lebih baik dibersihkan…)

Selain anjing, kucing dan kelelawar juga bisa membawa rabies. Jadi hati-hati juga.
Sebelum Anda bisa menghargai manusia, Anda sebaiknya belajar menghargai alam. Anjing itu termasuk alam, bukan hewan yang harus dipunahkan dari muka bumi.