Adalah hasil tes yang saya dapat setelah saya iseng-iseng mengisi tes dari sebuah situs bernama Tickle. Judul tesnya “How evil are you?”
Saya sama sekali ga ingat hasil yang mengatakan bahwa saya ini reinkarnasi dari setan.
Beginilah saya (dan semua orang lain, termasuk yang sedang membaca ini…) kalo melakukan yang jelek-jelek dilupakan. Kalo ada yang berbuat jelek sama diri kita langsung deh maju memperjuangkan hak untuk hidup.
Kita mengatakan dia jahat, jutek, sirik ato lainnya. Masalahnya si “guilty as charge” sudah melupakan hal jelek yang sudah dilakukan alias gak sadar.
Bete? Ya, iyalah.
Tapi semua harus(nya) sadar bahwa kita juga pernah menyakiti orang lain, sengaja atau tidak.
Ga usah bersusah payah mengumpulkan trophy sebagai pahlawan kepagian, kecuali memang punya sebuah keinginan untuk jadi favorit semua orang. Jangan sampai punya keinginan supaya semua datang pada kita (yang baik dan agung…) untuk minta nasehat, minta tolong, dan membuat kita merasa puas terhadap diri sendiri. Jangan berpikir jika kita terlihat baik maka derajat kita bisa lebih tinggi dari orang-orang yang (menurut Anda) bersalah itu.
Semua tetap menjalankan kewajiban beragama
Sebelum menuduh semua orang menjahati diri kita nan
Kalau kena fitnah, sudah pernah fitnah orang lain belum?
Sebuah kebohongan kecil bisa jadi fitnah. Kita hanya bohong pada satu orang tapi si orang ini malah cerita sama banyak orang. Semuanya nyebar dan akhirnya terdengar sama orang yang difitnah, lalu kita harus mefitnah ulang sekian kali untuk menutupi kesalahan kita. Atau cari orang lain untuk kita tuduh menjadi sumber kabar bohong. Padahal dari awal yang mulai bohong diri sendiri. Yah, tapi
Selingkuh? Ke depannya sudah pasti, saat Anda akan diselingkuhi juga. Percaya tidak percaya, saya banyak mendengar cerita orang-orang yang kena batunya ini. Saya menambah kamus baru, “Jangan ngambil punya orang.”
Setelah kita semua introspeksi dan sadar sisi gelap masing-masing, saya masih mau ngomong lagi.
Kita juga sering dengar, “kalo dia ga bisa terima gw apa adanya berarti dia bukan teman gw”
Yang saya masalahkan bukan orang lain, tapi kita sendiri. Kita sering menuding orang-orang tidak mau menerima kita setelah tahu sisi buruk kita.
Pertanyaannya saya kembalikan, kalau yang berbuat malah teman kita? Seringnya sih ternyata kita ini pihak yang ga bisa menerima mereka dengan segala keburukannya.
Misalnya saja selingkuh. Teman baik kita pernah selingkuh sekian kali, kita maafkan (lagian ga ada hubungannya koq…) tapi kalo yang selingkuh seseorang yang tidak kita sukai, kita maju dan mengkritik dia habis-habisan. Ironis, padahal ini juga ga ada hubungannya ama kita.
Sebal karena saya terang-terangan menunjukkan “g ga suka ma lo” secara halus?
Setidaknya bersyukur g bukan orang munafik yang hanya baik di depan lo doank. Prinsip saya, kalau malah bikin saya dan pihak situ jadi ga enak, mending g ga deket-deket daripada g terus-terusan nyikut situ.
Lagian saya juga capek pasang senyum palsu…
No comments:
Post a Comment